Assalamualaikum, wr,wb.
Selamat malam Pak..
Salam hangat untukmu di manapun engkau berada. Aku yakin, tempatmu di sana jauh lebih tentram jika dibandingkan dengan tempatku saat ini. Aku tinggal bersama dengan saudara-saudara yang tak peduli dengan bangsanya sendiri. Aku hidup bersama teman-teman yang tak mengenal rasa nasionalisme sedikit pun. Mereka mengatakan, semua hanya omong kosong belaka. Hidup ini urusan masing-masing. Tak usah ambil pusing dengan sekitar, orang lain apalagi negara. Aku asing di tempat tinggalku sendiri. Mungkin anda mulai kasihan dengan nasibku. Apakah anda ingin tahu aku tinggal di mana? Sudah lama aku ingin mengadu padamu, tapi aku takut mengganggu kedamaianmu di sana. Tiap kali aku mengingatmu, ada gemuruh yang muncul dari dalam diri, seakan ingin marah, tapi tak kuasa. Hingga akhirnya, kuberanikan diri untuk menulis surat ini kepadamu..
Selamat malam Pak..
Salam hangat untukmu di manapun engkau berada. Aku yakin, tempatmu di sana jauh lebih tentram jika dibandingkan dengan tempatku saat ini. Aku tinggal bersama dengan saudara-saudara yang tak peduli dengan bangsanya sendiri. Aku hidup bersama teman-teman yang tak mengenal rasa nasionalisme sedikit pun. Mereka mengatakan, semua hanya omong kosong belaka. Hidup ini urusan masing-masing. Tak usah ambil pusing dengan sekitar, orang lain apalagi negara. Aku asing di tempat tinggalku sendiri. Mungkin anda mulai kasihan dengan nasibku. Apakah anda ingin tahu aku tinggal di mana? Sudah lama aku ingin mengadu padamu, tapi aku takut mengganggu kedamaianmu di sana. Tiap kali aku mengingatmu, ada gemuruh yang muncul dari dalam diri, seakan ingin marah, tapi tak kuasa. Hingga akhirnya, kuberanikan diri untuk menulis surat ini kepadamu..
Bapak Soekarno yang terhormat,
Saat ini aku tinggal di negara yang pernah anda pimpin dulu. Negeri yang anda perjuangkan kemerdekaannya. Aku sangat hafal, tak sedikit pengorbanan yang anda berikan kepada negeri ini. Tak juga sedikit harapan anda untuk kemajuan bangsa ini. Aku hanya anak desa, satu dari sekian puluh ribu putri Indonesia yang saat ini masih sangat mengenalmu. Usia kita boleh saja jauh berbeda, tapi aku cukup jelas mengenal semangatmu. Hingga hari ini, aku mewarisinya. Kita memiliki darah yang sama, darah juang untuk bebas merdeka. Tapi saat ini sudah berbeda Pak. Musuh kita tak lagi orang asing berkulit putih dan berambut pirang seperti zaman anda dulu. Musuh kita saat ini, saudara kita sendiri..
Saat ini aku tinggal di negara yang pernah anda pimpin dulu. Negeri yang anda perjuangkan kemerdekaannya. Aku sangat hafal, tak sedikit pengorbanan yang anda berikan kepada negeri ini. Tak juga sedikit harapan anda untuk kemajuan bangsa ini. Aku hanya anak desa, satu dari sekian puluh ribu putri Indonesia yang saat ini masih sangat mengenalmu. Usia kita boleh saja jauh berbeda, tapi aku cukup jelas mengenal semangatmu. Hingga hari ini, aku mewarisinya. Kita memiliki darah yang sama, darah juang untuk bebas merdeka. Tapi saat ini sudah berbeda Pak. Musuh kita tak lagi orang asing berkulit putih dan berambut pirang seperti zaman anda dulu. Musuh kita saat ini, saudara kita sendiri..
Bapak Soekarno yang aku kagumi,
Anda pasti terkejut membaca suratku ini. Maafkan aku sudah memberikan kabar yang kurang baik tentang negaramu yang kini negaraku. Tapi aku tak sanggup lagi untuk menahannya. Pasti anda tak habis pikir, mengapa saudara-saudara sebangsaku tega menjadi penjajah di negaranya sendiri? Jawabannya sangat sederhana, karena anda sudah tak lagi di sini, bersama kami.
Tak ada lagi pemimpin yang mereka hormati di negeri ini, hingga semua orang merasa dialah pemimpin. Segala kecurangan dan keserakahan secara terang-terangan dilakukan. Rakyat yang harusnya merdeka seperti yang engkau harapkan dulu, sangat jauh dari kenyataan. Aku rasa, sejak anda pergi selangkah meninggalkan kami, di saat itulah benih-benih penjajahan mulai bereaksi. Berawal dari pondasi yang cukup kuat hingga sulit untuk dirobohkan.
Anda pasti terkejut membaca suratku ini. Maafkan aku sudah memberikan kabar yang kurang baik tentang negaramu yang kini negaraku. Tapi aku tak sanggup lagi untuk menahannya. Pasti anda tak habis pikir, mengapa saudara-saudara sebangsaku tega menjadi penjajah di negaranya sendiri? Jawabannya sangat sederhana, karena anda sudah tak lagi di sini, bersama kami.
Tak ada lagi pemimpin yang mereka hormati di negeri ini, hingga semua orang merasa dialah pemimpin. Segala kecurangan dan keserakahan secara terang-terangan dilakukan. Rakyat yang harusnya merdeka seperti yang engkau harapkan dulu, sangat jauh dari kenyataan. Aku rasa, sejak anda pergi selangkah meninggalkan kami, di saat itulah benih-benih penjajahan mulai bereaksi. Berawal dari pondasi yang cukup kuat hingga sulit untuk dirobohkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar