Belakangan ini amat banyak produk perawatan wajah mengandung sunscreen, ditandai dengan pencantuman kadar SPF (sun protecting factor) dalam label. Seringkali pasien sudah merasa ‘aman’ bila menggunakan produk bertabir surya. Apakah manfaat sunscreen? Bagaimanakah cara aplikasi yang benar? Semoga tulisan berikut bermanfaat menambah wawasan kita.
_________________________________________________________________
Berbagai gelombang elektromagnetik terkandung dalam cahaya matahari, yang terutama adalah radiasi ultraviolet (UVR) dan infra merah. UVR terbagi menjadi 3, yaitu UVA, UVB dan UVC. Radiasi UVA (95%) dan UVB (5%) mencapai permukaan bumi, sedangkan UVC diserap sempurna oleh lapisan ozon.
Bahaya UVR sudah lama diketahui para ahli. Berbagai kelainan kulit dapat dipicu oleh pajanan UVR. Kelainan kulit dapat terjadi segera (akut), misalnya sunburn (kemerahan terbakar matahari) dan tanning. Dapat pula terjadi perlahan (kronik), misalnya kanker kulit dan photoaging. Sinar matahari bertanggungjawab pada 80% proses penuaan wajah karena faktor luar (ekstrinsik).
Photoaging adalah proses penuaan yang terjadi akibat sinar matahari, berbeda dengan chronological aging (berdasarkan umur/intrinsik). Kulit yang mengalami photoaging menjadi kering, kasar, berkeriput kasar, pigmen bertambah dan tidak merata serta gambaran pembuluh darah berkelok-kelok. Tidak mengherankan bila orang yang sering terpajan UVR berlebihan tampak lebih tua dari usia sebenarnya.
Salah satu cara menghindari efek buruk sinar matahari adalah menggunakan sunscreen. Sunscreen atau tabir surya merupakan bahan yang menapis sinar matahari sehingga mengurangi jumlah UVR yang sampai ke permukaan kulit, yang diharapkan mengurangi dampak buruk UVR.
Beberapa jenis sunscreen yang tersedia adalah:
Chemical sunscreen: PABA, cinnamate, avobenzone, dll. Umumnya (tidak semua) hanya menapis UVA atau UVB saja. Sering menimbulkan alergi dan iritasi.
Physical sunscreen: TiO2 dan ZnO. Banyak digunakan akhir-akhir ini, menghalangi UVA dan UVB. Jarang menimbulkan alergi dan iritasi.
Chemical sunscreen: PABA, cinnamate, avobenzone, dll. Umumnya (tidak semua) hanya menapis UVA atau UVB saja. Sering menimbulkan alergi dan iritasi.
Physical sunscreen: TiO2 dan ZnO. Banyak digunakan akhir-akhir ini, menghalangi UVA dan UVB. Jarang menimbulkan alergi dan iritasi.
Efek kerja sunscreen dipengaruhi oleh kadar SPF (menyatakan lama kerja sunscreen), pengulangan aplikasi dan jumlah/ketebalan sunscreen yang diaplikasikan (penelitian manfaat sunscreen menggunakan 2mg/cm2 kulit).
Jangan pernah lupa, tidak ada satu jenis sunscreenpun yang memberikan perlindungan 100%. Jadi walaupun anda sudah menggunakan sunscreen, bukan berarti bebas bermandikan sinar matahari (sunbathing). Kurangnya pengertian akan masalah ini sering menyebabkan pengguna sunscreen sudah merasa “aman” sehingg kurang melindungi diri terhadap UVR lagi.
Cara terbaik adalah gunakan sunscreen secara benar dan tetap jauhi sinar matahari bila memungkinkan. Bila tidak, photoaging akan terus mengintai anda.
Yang harus diingat:
- Sunscreen tidak mengurangi efek photoaging yang sudah timbul
- Pilihlah sunscreen dengan perlindungan luas (UVA dan UVB)
- Pakailah sunscreen 20-30 menit sebelum terkena sinar matahari
- Gunakan sunscreen dalam jumlah cukup dan aplikasi ulang bila perlu (sesuai kadar SPF)
- Jangan memakai sunscreen sebagai ‘trend’ sesaat saja. Gunakan secara teratur dengan konsisten agar bermanfaat
- Gunakan juga pelindung lain bila perlu misalnya topi lebar, kacamata gelap (sunglasses) maupun pakaian tertutup
- Bagi yang cenderung berjerawat, pilihlah sunscreen berbahan dasar gel yang kurang komedogenik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar